Jogjakarta, 1 Oktober 2013
Sudah dua
cerita membosankan yang saya hadirkan dalam dua blog saya. Maaf, bagi para
pembaca yang membaca, hehe. Untuk kali ini saya akan menjadikan catatan ketiga
ini tentang orang-orang, teman-teman, sahabat-sahabat, dan keluarga baru yang
saya dapatkan di kota ini. Juga, guna mengakhiri trilogy catatan membosankan
saya. Hehe.
Sebuah Keluarga Bernama IKPMJ
IKPMJ,
singkatan dari Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Jember, merupakan sebuah
keluarga yang berorganisasi yang anggotanya merupakan semua pelajar atau
mahasiswa yang sedang mengais ilmu di Kota Gudeg dan berasal dari Jember. Saya
pertama kali mengeahui hal ini adalah ketika mendapat kunjungan dari para Mas
dan Mbak IKPMJ saat masih duduk di bangku sekolah, guna memotivasi para siswa
di sana untuk mengais ilmu di Jogjakarta, bagi yang berminat.
Keluarga ini
sudah terbentuk sejak tahun 80-an (jika tidak salah). Dan mempunyai tempat
persinggahan, tempat tinggal, dan tempat berkumpul yaitu sebuah asrama putra,
bernama Asrama Putra Jember. Dengan sebuah asrama yang bisa dibilang megah
serta dua pohon mangga menjulang di halaman tengah asrama, berbagai mahasiswa
berbagai universitas yang berasal dari Jember tinggal disana. Rumah ke empat
saya.
Suasana di
sana bisa dibilang tenang. Meski, terkadang suara berbgai mesin pesawat terbang
terdengar mengguntur di sana di karenakan akan landing atau baru saja take off.
Sebuah tempat yang cukup menyejukkan dan terkadang panas. Tempat dimana setiap
orang yang jatuh (muda atau tua)akan di tertawakan dulu sebelum di tolong
(selama tidak parah), bahkan tekadang juga hanya di tertawakan. Dan selama ini
yang saya tahu, tidak ada yang marah karena tindakan itu. Malah, mereka yang
terjatuh sering ikut tertawa bersama. Entahlah, mungkin menertawakan diri
sendiri, haha.
Di aula bawah,
tersedia berbagai macam benda. Namun yang mendominasi dan menarik perhatian
saya adalah berbagai kentungan dengan
berbagai ukuran. Yang kemudian saya tahu bahwa itu adalah alat music patrol,
sebuah kesenian music asli dari Jember. Memang sebelumnya saya sudah sangat
familiar dengan kata patrol. Kata itu biasa di gunakan teman-teman saya untuk
membangunkan orange untuk sahur dalam bulan ramadhan. Juga, peralatan yang di
gunakan juga lebih di dominan dengan kentungan
dari bambu. Dan jga, saya sering mendengar adanya festival music patrol di
Universitas Jember, namun saya tak pernah bisa hadir karena beberapa hal.
Tapi yang di
sana berbeda, kentungan di sana terlihat seperti terbuat dari kayu (memang
terbuat dari kayu). Dan di sanalah saya pertama kali tau dan belajar untuk
bermain berbagai alat itu. Dan saat ini saya sedang dalam proses untuk bisa
memainkan alat music patrol.
‘Kalawai’ The ‘Kuluk-Kuluk’ Family
Kalawai,
adalah sebuah nama gugus yang dia mbil dari sebuah nama senjata traditional
salah stu daerah di Indonesia dan di bentuk saat acara ospek universitas dan
jurusan yang di dalam presensinya tercantum nama saya dan 40-an mahasiswa
lainnya dari berbagai prodi dan daerah. Kami pertama berkumpul dengan gaya kami
masing-masing yang sudah di bawa dari daerah asal. Pertama kali kami berkumpul
adalah masa perkenalan. Dan sayangnnya saya berhasil tidak mendapatkan lebih
dari 5 nama dalam gugus itu, di karenakan sifat pelupa saya.
Namun
Alhamdulillah di kemudian hari saya dapat mengingat nama serta wajah dari warga
Kalawai, yah, meski tidak semua. Pekerjaan pertama kami saat itu adalah membuat
secara bersama perlengkapan ospek. Secara bersama-sama kami melebur dengan
perlahan, mualai ada banyak tawa yang akrab diantara kami. Terlebh lagi ketika
harus menciptakan sebuah yel-yel untuk gugus ini. Semakin hari, kami semakin
akrab, dan saya mulai mengenal banyak nama dan wajah para laki-laki di gugus
ini. Untuk perempuan hanya beberapa dan itupun sering salah di karenakan semua
hamper terlihat sama saat mengenakan kerudung.
Tapi itu
bukanlah penghalangbagi kami untuk berkumpul dan menciptakan sebuah harmonisasi
dalam gugus ini. Hingga kemudian hari Kalwai memiliki jargon yang di sarankan
oleh salah satu dari empat pemandu gugus kami. “Kuluk-Kuluk” akhirnya di
sepakati menjadi jargon untuk gugus ini. Jadi, setiap nama kalawai di panggil
oleh panitia, pasti akan terdengar suara teriakan bernada “kuluk-kuluk”
sebanyak tiga kali. Yah, itu cirri khas kami. Lalu kemudian terciptalah mascot
untuk gugus ini. Sebuah ayam kalkun, tercipta dari ide kreatif salah satu
anggota kalawai.
Keakraban itu
tidak hanya dalam forum ospek, itu tetap berlanjut hingga sekarang. Kami masih
sering berkumpul meski tidak semua, di karenakan mempunyai kesibukan yang tak
bisa di tinggalkan terlebih lagi tugas. Yah, seperti sebuah keluarga saya rasa.
Tentang SERUKER
Yah, SERUKER
merupakan singkatan dari Seni Rupa dan Kerajinan. Jurusan yang saya pilih dari
FBS. Pertama kali mengenalnya adalah saat TM ospek jurusan. Dan lebih mengenal
lagi saat ospek. Dimna acara yang dibuat cukupseru, mulai bincang dosen hingga
penutupan seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan yang sebelumnya.
Lalu di lanjut
dengan acara terakhir daari proses ospek SERUKER 2013, yaitu makarab. Di
makarab kedekatan aantar sesame maba ataupun kakak angkatan semakin terikat.
Yah, acara yang menarik juga di suguhkanpara panitia dalam acara ini, mulai
dari lomba hingga penutupannya.Terlebih lagi di saat malam tiba. Acara yang di
suguhkan juga sangat asyik. Saat pembakaran api unggun, saya sangat
menyukainya. Di lanjutkan dengan pensi yang di suguhkan setiap gugus dan bisa
menciptakan tawa di suasana dingin malam tersebut.
Keesokan
harinya, saat shubuh hari, sebuah teatrikal di lakukan para kakak angkatan yang
di jadikan symbol bahwa tidak adanya senioritas dalam SERUKER. Di sana semuanya
sama, saya menyebutnya keluarga. Dan di lanjutkan dengan di suapnya semua maba
dengan kue bolu, mungkin menurut saya itu symbol bahwa yang tua mengayomi yang
muda.