Senin, 07 Oktober 2013

Sedulur Se-family

Jogjakarta, 1 Oktober 2013

Sudah dua cerita membosankan yang saya hadirkan dalam dua blog saya. Maaf, bagi para pembaca yang membaca, hehe. Untuk kali ini saya akan menjadikan catatan ketiga ini tentang orang-orang, teman-teman, sahabat-sahabat, dan keluarga baru yang saya dapatkan di kota ini. Juga, guna mengakhiri trilogy catatan membosankan saya. Hehe.
Sebuah Keluarga Bernama IKPMJ
IKPMJ, singkatan dari Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Jember, merupakan sebuah keluarga yang berorganisasi yang anggotanya merupakan semua pelajar atau mahasiswa yang sedang mengais ilmu di Kota Gudeg dan berasal dari Jember. Saya pertama kali mengeahui hal ini adalah ketika mendapat kunjungan dari para Mas dan Mbak IKPMJ saat masih duduk di bangku sekolah, guna memotivasi para siswa di sana untuk mengais ilmu di Jogjakarta, bagi yang berminat.
Keluarga ini sudah terbentuk sejak tahun 80-an (jika tidak salah). Dan mempunyai tempat persinggahan, tempat tinggal, dan tempat berkumpul yaitu sebuah asrama putra, bernama Asrama Putra Jember. Dengan sebuah asrama yang bisa dibilang megah serta dua pohon mangga menjulang di halaman tengah asrama, berbagai mahasiswa berbagai universitas yang berasal dari Jember tinggal disana. Rumah ke empat saya.
Suasana di sana bisa dibilang tenang. Meski, terkadang suara berbgai mesin pesawat terbang terdengar mengguntur di sana di karenakan akan landing atau baru saja take off. Sebuah tempat yang cukup menyejukkan dan terkadang panas. Tempat dimana setiap orang yang jatuh (muda atau tua)akan di tertawakan dulu sebelum di tolong (selama tidak parah), bahkan tekadang juga hanya di tertawakan. Dan selama ini yang saya tahu, tidak ada yang marah karena tindakan itu. Malah, mereka yang terjatuh sering ikut tertawa bersama. Entahlah, mungkin menertawakan diri sendiri, haha.
Di aula bawah, tersedia berbagai macam benda. Namun yang mendominasi dan menarik perhatian saya adalah berbagai kentungan dengan berbagai ukuran. Yang kemudian saya tahu bahwa itu adalah alat music patrol, sebuah kesenian music asli dari Jember. Memang sebelumnya saya sudah sangat familiar dengan kata patrol. Kata itu biasa di gunakan teman-teman saya untuk membangunkan orange untuk sahur dalam bulan ramadhan. Juga, peralatan yang di gunakan juga lebih di dominan dengan kentungan dari bambu. Dan jga, saya sering mendengar adanya festival music patrol di Universitas Jember, namun saya tak pernah bisa hadir karena beberapa hal.
Tapi yang di sana berbeda, kentungan di sana terlihat seperti terbuat dari kayu (memang terbuat dari kayu). Dan di sanalah saya pertama kali tau dan belajar untuk bermain berbagai alat itu. Dan saat ini saya sedang dalam proses untuk bisa memainkan alat music patrol.
‘Kalawai’ The ‘Kuluk-Kuluk’ Family
Kalawai, adalah sebuah nama gugus yang dia mbil dari sebuah nama senjata traditional salah stu daerah di Indonesia dan di bentuk saat acara ospek universitas dan jurusan yang di dalam presensinya tercantum nama saya dan 40-an mahasiswa lainnya dari berbagai prodi dan daerah. Kami pertama berkumpul dengan gaya kami masing-masing yang sudah di bawa dari daerah asal. Pertama kali kami berkumpul adalah masa perkenalan. Dan sayangnnya saya berhasil tidak mendapatkan lebih dari 5 nama dalam gugus itu, di karenakan sifat pelupa saya.
Namun Alhamdulillah di kemudian hari saya dapat mengingat nama serta wajah dari warga Kalawai, yah, meski tidak semua. Pekerjaan pertama kami saat itu adalah membuat secara bersama perlengkapan ospek. Secara bersama-sama kami melebur dengan perlahan, mualai ada banyak tawa yang akrab diantara kami. Terlebh lagi ketika harus menciptakan sebuah yel-yel untuk gugus ini. Semakin hari, kami semakin akrab, dan saya mulai mengenal banyak nama dan wajah para laki-laki di gugus ini. Untuk perempuan hanya beberapa dan itupun sering salah di karenakan semua hamper terlihat sama saat mengenakan kerudung.
Tapi itu bukanlah penghalangbagi kami untuk berkumpul dan menciptakan sebuah harmonisasi dalam gugus ini. Hingga kemudian hari Kalwai memiliki jargon yang di sarankan oleh salah satu dari empat pemandu gugus kami. “Kuluk-Kuluk” akhirnya di sepakati menjadi jargon untuk gugus ini. Jadi, setiap nama kalawai di panggil oleh panitia, pasti akan terdengar suara teriakan bernada “kuluk-kuluk” sebanyak tiga kali. Yah, itu cirri khas kami. Lalu kemudian terciptalah mascot untuk gugus ini. Sebuah ayam kalkun, tercipta dari ide kreatif salah satu anggota kalawai.
Keakraban itu tidak hanya dalam forum ospek, itu tetap berlanjut hingga sekarang. Kami masih sering berkumpul meski tidak semua, di karenakan mempunyai kesibukan yang tak bisa di tinggalkan terlebih lagi tugas. Yah, seperti sebuah keluarga saya rasa.
Tentang SERUKER
Yah, SERUKER merupakan singkatan dari Seni Rupa dan Kerajinan. Jurusan yang saya pilih dari FBS. Pertama kali mengenalnya adalah saat TM ospek jurusan. Dan lebih mengenal lagi saat ospek. Dimna acara yang dibuat cukupseru, mulai bincang dosen hingga penutupan seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan yang sebelumnya.
Lalu di lanjut dengan acara terakhir daari proses ospek SERUKER 2013, yaitu makarab. Di makarab kedekatan aantar sesame maba ataupun kakak angkatan semakin terikat. Yah, acara yang menarik juga di suguhkanpara panitia dalam acara ini, mulai dari lomba hingga penutupannya.Terlebih lagi di saat malam tiba. Acara yang di suguhkan juga sangat asyik. Saat pembakaran api unggun, saya sangat menyukainya. Di lanjutkan dengan pensi yang di suguhkan setiap gugus dan bisa menciptakan tawa di suasana dingin malam tersebut.

Keesokan harinya, saat shubuh hari, sebuah teatrikal di lakukan para kakak angkatan yang di jadikan symbol bahwa tidak adanya senioritas dalam SERUKER. Di sana semuanya sama, saya menyebutnya keluarga. Dan di lanjutkan dengan di suapnya semua maba dengan kue bolu, mungkin menurut saya itu symbol bahwa yang tua mengayomi yang muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers